charles william Morris, John Langshaw Auutin, John Searle pandangan mengenai pragmatik, semiotik
A.
Biografi
Charles William Morris
Charles William Morris (23 Mei 1901 - 15 Januari 1979) adalah seorang filsuf
dan semiotik Amerika.
Charles William Morris merupakan
seorang putra Charles William dan Laura (Campbell) Morris, Charles William
Morris lahir pada 23 Mei 1901, di Denver, Colorado. Charles William Morris pernah berkuliah di University of
Wisconsin , dan
kemudian belajar teknik dan psikologi di Northwestern
University , di mana
ia lulus dengan gelar BS pada tahun 1922. Pada tahun yang sama, ia memasuki University of
Chicago di mana ia
menjadi mahasiswa doktor dalam bidang filsafat di bawah arahan George Herbert Mead . Morris menyelesaikan disertasinya
tentang teori pikiran simbolis dan menerima gelar Ph.D. dari University of
Chicago pada tahun 1925.
Setelah lulus, Morris mengajar, pertama di Rice University,
dan di University of Chicago. Pada 1958 ia menjadi Profesor Riset di
Universitas Florida. Murid-muridnya termasuk ahli semiotika Thomas A. Sebeok . Pada tahun 1937, Morris memimpin
Divisi Barat dari American Philosophical Association, dan merupakan Rekan
Akademi Seni dan Sains Amerika. Pada
1925, Morris menikahi Gertrude E. Thompson, dengan siapa ia memiliki seorang
putri, Sally Morris Petrilli. Pada tahun 1951, ia menikahi istri keduanya, Ellen Ruth
Allen, seorang psikolog. Charles William Morris
meninggal pada 15 Januari 1979 di Gainesville, Florida .
Morris adalah seorang instruktur filsafat selama enam tahun
dari 1925 hingga 1931 di Rice University di Houston Texas. Setelah meninggalkan Rice, ia menjadi profesor
filsafat di Universitas Chicago dari tahun 1931 hingga 1947. Morris
menjadi profesor di Chicago pada tahun 1948, menduduki posisi tersebut hingga
tahun 1958 ketika ia menerima tawaran untuk penunjukan khusus sebagai seorang
Riset. Profesor di Universitas Florida, tempat dia tinggal sampai
kematiannya.
Selama berada di Rice University, Morris menulis dan
mempertahankan perspektif filosofisnya yang dikenal sebagai neo-pragmatisme.
Dia juga bekerja dan menerbitkan Six Theories of Mind . Di akhir masa
jabatannya di Rice, Morris kembali ke University of Chicago. Pada awal 1930-an,
departemen filsafat Universitas Chicago tidak stabil, tetapi di tengah-tengah
perubahan dan masa ekonomi yang sulit, Morris merasa bahwa filsafat akan
berfungsi sebagai obor yang akan menerangi cara untuk menyelamatkan peradaban dunia.
Morris berharap untuk membuat lembaga filsafat di Universitas Chicago, tetapi
upayanya untuk meyakinkan presiden universitas tentang usaha semacam itu tidak
berhasil.
Menjelang akhir hidupnya pada tahun 1976, Morris mengirim dua
angsuran karyanya ke Institute for American Thought (IAT) di Universitas Indiana Purdue University Indianapolis (IUPUI). Tiga tahun kemudian
pada tahun 1979, putri Morris, Sally Petrilli, mengatur agar angsuran tambahan
dari karyanya dikirim ke IUPUI. Pada tahun 1984
filsuf Italia Ferruccio Rossi-Landi ditambahkan ke koleksi Morris di IUPUI
dengan mengirimkan korespondensinya dengan Charles W. Morris. Di antara koleksi Morris yang luas di IAT adalah 381 judul
buku dan artikel jurnal tentang pragmatisme, empirisme logis, puisi, etika, dan
studi Asia.
Ketika sedang cuti panjang dari Universitas Chicago pada
tahun 1934, Morris melakukan perjalanan ke luar negeri, mengunjungi Eropa dan
bertemu para filsuf yang bekerja seperti Bertrand Russell dan anggota Lingkaran Wina, seperti Rudolf Carnap, Otto Neurath, dan Moritz Schlick. Morris sangat terkesan
dengan gerakan positivis logis (empiris logis). Saat
mempresentasikan makalah di Praha pada Kongres Internasional Filsafat Kedelapan, ia membahas
harapannya untuk penyatuan pragmatisme dan positivisme. Bersimpati pada proyek filosofis positivis, Morris menjadi
penasihat paling vokal di Amerika Serikat untuk "Gerakan Persatuan Ilmu
Pengetahuan" Otto Neurath.
Selama tahun 1930-an, Morris membantu beberapa filsuf Jerman
dan Austria beremigrasi ke Amerika Serikat, termasuk Rudolf Carnap pada tahun
1936. Sebagai bagian dari "Gerakan Persatuan Ilmu Pengetahuan", Morris
bekerja sama erat dengan Neurath dan Carnap untuk menghasilkan Ensiklopedia
Internasional Ilmu Bersatu. . Sebagai co-editor Encyclopedia , Morris membeli
publikasi di Amerika dari University
of Chicago Press . Keterlibatannya dengan Encyclopedia berlangsung selama
sepuluh tahun ketika proyek kehilangan momentum pada tahun 1943. Baik Morris
dan Carnap merasa sulit untuk menjaga Encyclopedia tetap hidup karena
dana yang tidak mencukupi. Pada bagian akhir
tahun 1940-an, Morris akhirnya dapat memperoleh pendanaan yang memungkinkan
proyek tersebut bertahan hingga publikasi terakhirnya di tahun 1970-an.
B.
Pandangan Morris semiotik (semantik,
pragmatik, sintaksis)
Perkembangan Morris tentang teori perilaku tanda — yaitu, semiotika — sebagian disebabkan oleh keinginannya untuk menyatukan positivisme logis dengan empirisme dan pragmatisme perilaku. Persatuan Morris dari ketiga
perspektif filosofis ini terjadi dalam klaimnya bahwa simbol memiliki tiga jenis
hubungan:
- ke benda-benda,
- kepada orang, dan
- ke simbol lainnya.
Dia kemudian menyebut hubungan ini "semantik",
"pragmatik", dan "sintaksis". Melihat semiotika
sebagai cara untuk menjembatani pandangan filosofis, Morris mendasarkan
teorinya pada behaviorisme sosial Mead. Faktanya,
penafsiran Morris tentang seorang penafsir, sebuah istilah yang digunakan dalam
semiotika Charles Sanders
Peirce , telah dipahami sepenuhnya bersifat
psikologis. Sistem tanda-tanda Morris menekankan
peran rangsangan dan respons dalam fase orientasi, manipulasi, dan
penyempurnaan tindakan. Teori semiotika yang
matang ditelusuri dalam Signs, Language, and Behavior (1946). Semiotika Morris berkenaan dengan menjelaskan tri-relasi
antara sintaksis, semantik, dan pragmatik dengan cara diad, yang sangat berbeda
dari semiotika CS Peirce. Hal ini menyebabkan
beberapa orang berpendapat bahwa Morris salah menafsirkan Peirce dengan
mengubah penafsir menjadi hal yang ada secara logis.
Semantik dan
pragmatik merupakan salah satu cabang ilmu yang dipelajari dalam studi
linguistik. Dalam semantik kita mengenal yang disebut klasifikasi makna, relasi
makna, perubahan makna, analisis makna, dan makna pemakaian bahasa. Sedangkan
dalam pragmatik kita mengenal yang disebut interaksi dan sopan santun,
implikatur percakapan, pertuturan, referensi dan inferensi serta deiksis. Dengan
demikian dapat kita simpulkan bahwa pragmatik berhubungan dengan pemahaman kita
terhadap hal-hal di luar bahasa. Akan tetapi, hal-hal yang dibicarakan di dalam
pragmatik sangat erat pula kaitannya dengan hal-hal di dalam bahasa. Adapun
semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna yaitu makna kata
dan makna kalimat.
Dalam
perkembangan semiotik Morris
menafsirkan lambang bunyi itu sebagai kata. Kata itu berhubungan dengan kata
lain, yang dipelajari dalam sintaksis; kata itu juga berhubungan dengan objek
yang diacu (benda, peristiwa, atau keadaan) atau makna, yang dipelajari
dalam semantik (semantik kata, semantik frasa, dan semantik kalimat); dan
hubungan antar kata itu bisa mempunyai maksud yang bervariasi dalam
penggunaannya dalam suatu interaksi, adakalanya tidak persis sama dengan arti
kata yang membangun kalimat itu, yang dipelajari dalam pragmatik.
Misalnya, kursi saya
putih, yang secara semantik bermakna kursi milik saya berwarna putih.
Digunakan ketika seorang penutur berujar kepada seorang tetangganya tentang
warna kursi. Ujaran itu mungkin dimaksudkan untuk memberitahukan kepada
tetangganya bahwa warna kursinya berbeda dengan warna kursi (yang tidak putih)
milik tetangganya itu.
Kemudian secara sintaksis kata tersebut saling berhungan antara kata
satu dengan kata lainnya. Tersusun atas S-P-K. Selanjutnya, secara pragmatik
dapat bermakna bahwa (1) warna kursi tersebut putih jadi jangan dikotori, (2)
karena warna kursinya putih diminta untuk tidak mengotori. Ujaran tersebut
mungkin dimaksudkan untuk memberitahukan kepada seseorang utuk berhati-hati
ketika menduduki kursi tersebut.
C.
Contoh Sintaksis, Pragmatik dan
Semantik
1.
Contoh
Sintaksis
a. Ibu membeli ikan tongkol di pasar.
Secara sintaksis, kalimat di atas terdiri atas kata benda
ibu yang berperan sebagai subjek, kata kerja membeli sebagai predikat, frasa
ikan tongkol sebagai objek, dan frasa di pasat sebagai unsur keterangan.
b. Polisi berhasil menangkap gerombolan
penjahat itu tadi pagi.
Secara sintaksis, kalimat di atas terdiri atas kata benda
polisi yang berperan sebagai subjek, frasa berhasil menangkap yang berperan
sebagai predikat, frasa gerombolan penjahat itu yang berperan sebagai objek, dan
frasa tadi pagi yang berperan sebagai unsur keterangan.
c. Kemarin, paman menawari Budi sebuah
pekerjaan yang menarik.
Secara sintaksis, kalimat di atas terdiri atas kata
keterangan waktu kemarin yang berperan sebagai keterangan, kata benda paman
yang berperan sebagai subjek, kata kerja menawari yang berperan sebagai kata
kerja, kata benda Budi yang berperan sebagai objek, serta frasa sebuah
pekerjaan yang menarik yang berperan sebagai pelengkap.
d. Ikan pindang itu telah dicuri seekor
kucing tadi pagi.
Kalimat di atas merupakan sebuah kalimat pasif. Dilihat
secara sintaksis, kalimat di atas tersusun atas frasa ikan pindang itu yang
berperan sebagai objek, frasa telah dicuri yang berperan sebagai predikat,
frasa seekor kucing yang berperan sebagai subjek, dan frasa tadi pagi yang
berperan sebagai unsur keterangan.
2.
Contoh
Pragmatik
a. Bu, baksonya satu.
Secara pragmatik, kalimat di atas mempunyai makna Bu, saya
pesan baksonya satu piring. Sebetulnya, makna tersebut adalah bentuk asli dari
kalimat di atas. Namun, karena kalimat tersebut terlalu panjang saat diucapkan
lewat lisan, maka kalimat itu pun diringkas tanpa mengurangi makna di dalamnya.
b. Bu, Saya izin ke belakang.
Secara pragmatik, kalimat di atas mempunyai bentuk asli Bu,
saya izin ke toilet. Namun, karena kata toilet dirasa kurang sopan untuk
diucapkan, maka kata itu pun diganti menjadi kata belakang.
c. Rumah Makan Pak Usman
Secara semantik, kalimat di atas mungkin akan dimaknai
sebagai rumahyang memakan Pak Usman. Padahal, secara pragmatik, kalimat di atas
mempunyai makna rumah makan yang menyajikan masakan khas Pak Usman, atau bisa
juga bermakna rumah makan milik Pak Usman. Kalimat di atas bisa saja ditulis
seperti dua makna di atas agar tidak bias maknanya. Namun, karena dirasa
terlalu panjang, maka akhirnya kalimat ini pun cukup ditulis dengan rumah makan
Pak Usman saja.
3.
Contoh
Semantik
a. Makna Gramatikal
“Berbau”
mempunyai makna “Mempunyai bau”
b. Makna Konstektual
Adik
jatuh dari motor
Aku
jatuh cinta
Harga
dirinya jatuh
Ketiga kata jatuh tersebut memiliki makna yang berbeda-beda.
Makna tersebut berbeda tergantung dengan proses yang ada.
D.
Tokoh yang Komplek
Berdasarkan Tugas minggu lalu, tokoh yang paling komplek
dalam memberikan pandangannya mengenai definisi tindak tutur adalah John Austin. John Austin
mendefinisikan tindak tutur secara mudah dan komplek. Selain itu, dalam tidak
tutur John Autin memberikan sumbangan terbesar dalam perkembangan tindak tutur
yaitu mengenai pembedaan tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi.
Austin (1962), mengemukakan mengucapkan sesuatu adalah
melakukan sesuatu dan bahasa atau tutur dapat dipakai untuk membuat kejadin
karena kebanyakn ujaran merupakan tindak tutur yang mempunyai daya-daya.
Daya-daya tersebut terangkum dalam tiga tindakan secara bersamaan, yaitu (a)
tindak lokusi (locutionary acts), tindak ilokusi (illocutionary acts) dan
tindak perlokusi (perlocutionary acts). Daya lokusi suatu ujaran adalah makna
dasar dan rerefensi oleh ujaran itu, daya ilokusi adalah daya yang ditimbulkan
oleh penggunaanya sebagai perintah, ejekan, keluhan, janji, pujian dan
sebagainya. Jadi daya ilokusi merupakan fungsi tindak tutur yang inheren dalam
tutur. Sedangkan daya perlokusi adalah efek ujaran terhadap pendengarnya, baik
nyata maupun yangdiharapkan. Hal yang disebutkan terakhir ini, menurut Austin,
berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai pemengaruh pikiran dan perasaan manusia.
E.
Ruang
Lingkup Pragmatik
Pragmatik mengacu pada kajian penggunaan
bahasa yang berdasarkan pada konteks. Bidang kajian yang berkenaan dengan
penggunaan bahasa pada konteks disebut bidang kajian pragmatic adalah deiksis
(dexis), praanggapan (presupposition), tindak tutur (speech act) dan implikatur
percakapan (conversational inplicature). Masing bidang kajian di atas dibahas
secara singkat di bawah ini :
1. Deiksis
Deiksis
adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang hanya dapat
ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan.
Deiksis dibagi menjadi 5 kategori yaitu :
a. ·Deiksis
orang
Dieksis orang berkenaan
dengan penggunaan kata ganti persona, seperti saya (kata ganti persona
pertama), kamu (kata ganti persona kedua). Contoh Bolehkah saya datang
kerumahmu? Kata saya dan -mu dapat dipahami acuannya hanya apabila diketahui
siapa yang mengucapkan kalimat itu, dan kepada siapa ujaran itu ditujukan
b. Deiksis
waktu
Deiksis waktu berkenaan
dengan penggunaan keterangan waktu, seperti kemarin, hari ini, dan besok.
Contoh, Bukankah besok hari libur? Kata besok memiliki rujukan yang jelas hanya
apabila diketahui kapan kalimat itu diucapkan.
c. Deiksis
tempat
Deiksis tempat
berkenaan dengan penggunaan keterangan tempat, seperti di sini, di sana, dan di
depan. Contoh duduklah di sini!. Kata di sini memiliki acuan yang jelas hanya
apabila diketahui dimana kalimat itu diujarkan.
d. Deiksis
wacana
Deiksis wacana
berkaitan dengan penggunaan ungkapan dalam suatu ujaran untuk mengacu pada
bagian dari ujaran yang mengandung ungkapan itu (termasuk ungkapan itu
sendiri), seperti berikut ini, pada bagian lalu, dan ini. Contoh, kata that
pada kalimat that was the funniest story ever heard. Penanda wacana yang
menghubungkan kalimat yang satu dengan kalimat lain. Seperti any way, by the
way, dan di samping itu juga termasuk dalam deiksis wacana. Deiksis sosial
berkenaan dengan aspek ujaran yang mencerrminkan realitas sosial tertentu pada
saat ujaran itu dihasilkan. Penggunaan kata Bapak pada kalimat “Bapak dapat
memberi kuliah hari ini?” Yang diucapkan oleh seorang mahasiswa kepada dosennya
mencerminkan deiksis sosial. Dalam contoh di atas dapat diketahui tingkat
sosial pembicara dan lawan bicara. Lawan bicara memiliki tingkat sosial yang
lebih tinggi dari pada pembicara.
2. Praanggapan
(Presupposition)
Praanggapan
adalah apa yang digunakan penutur sebagai dasar bersama bagi para peserta
percakapan (Brown dan yule, 1996). Asumsi tersebut ditentukan batas-batasannya
berdasarkan anggapan-anggapan pembicara mengenai apa yang kemungkinan akan
diterima oleh lawan bicara tanpa tantangan.
3. Tindak
Tutur (Speech Act)
Tindak
tutur merupakan bagian dari kajian pragmatik. Leech (1993) menyatakan bahwa
pragmatic mempelajari maksud ujarran, menanyakan apa yang seseorrang maksudkan
dengan suatu tindak tutur dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara, kepada
siapa, dimana dan bagaimana.
4. Implikatur
Percakapan
Menurut
Levinson (melalui Nadar, 2009: 61), menyebutkan implikatur sebagai salah satu
gagasan atau pemikiran terpenting dalam pragmatik. Salah satu alasan penting
yang diberikannya adalah bahwa implikatur memberikan penjelasan eksplisit
tentang cara bagaimana dapat mengimplikasikan lebih banyak dari apa yang
dituturkan.
Contoh
:
Ibu : “jam berapa sekarang Yah?
Ayah : “ pedagang sayurnya belum datang”.
Jawaban
dari pertanyaan di atas nampaknya tidak relevan dengan permintaan Ibu tentang
waktu, namun ayah sebenarnya ingin mengatakan bahwa yang bersangkutan tidak
tahu secara tepat pada saat itu pukul berapa. Dia berharap penanya dapat memperkiraka
waktunya sendiri dengan mengatakan bahwa tukang sayur sudah datang. Dalam
konteks ini, nampaknya penutur dan lawan tutur sama-sama sudah mengetahui pukul
berapa tukang sayur biasanya datang.
F.
Biografi
John Langshaw Austin dan John Searle
1.
John
Langshaw Austin
John Langshaw Austin lahir di Lancaster
pada 26 Maret 1911 dan meninggal pada 8 Februari 1960 dalam usia 48 tahun. Ia
adalah ahli filsafat bahasa berkebangsaan Britania Raya.[1] Ia juga seorang
profresor di Universitas Oxford yang nampaknya meneruskan garis pemikiran
filsafat bahasa biasa Wittgenstein. Namun demikian, Austin memiliki perhatian
sangat kuat terhadap bahasa biasa dalam arti penggunaanya dalam pergaulan hidup
sehari-hari.
Austin mengambil beasiswa di Klasik
Shrewsbury School pada tahun 1924. Pada tahun 1929, ia melanjutkan studi
Classics di Balliol College-Oxford. Ia
pertama kali mengajar di Magdalen College-Oxford pada tahun 1935. Selama
Perang Dunia II, Austin bertugas di British Intelligence Corps. Pada saat itu,
Austin meninggalkan ketentaraan pada
bulan September 1945 dengan pangkat letnan kolonel.
Setelah Perang, Austin kembali ke
Oxford. Ia menjadi Profesor Filsafat Moral
pada tahun 1952. Pada tahun yang sama, ia mengambil peran delegasi ke
Oxford University Press dan menjadi Ketua Komite Keuangan pada tahun 1957.
Pekerjaan administrasi lain untuk universitas adalah termasuk perannya sebagai
Junior Proctor (1949-1950), dan Ketua Sub-Fakultas Filsafat (1953-1955). Ia
adalah presiden dari Aristotelian Masyarakat (1956-1957) dan pernah memberikan
kuliah pada William James di Harvard pada tahun 1955.
Biarpun Austin menerbitkan sedikit
sekali tulisan tentang pemikirannya, namun dengan kuliah-kuliah dan
diskusi-diskusinya yang berkala, ia mempunyai pengaruh besar dalam kalangan
filosofis Oxford. Sesudah ia meninggal, tiga buku tentangnya diterbitkan
oleh J.O. Urssin dan G.J. Warnock.
Mereka mengumpulkan paper yang pernah dibawakan Austin pada pelbagai
kesempatan; bahkan memuat bahan kuliah yang diberikannya di Oxford dan
dalam How to do thing with words (1962)
dicantumkan The William Jame Lecturs yang pernah ia bawakan di Universitas
Harvard pada tahun 1955.
2.
John
Searle
John
Searle adalah seorang filsuf Amerika pada masa kontemporer, yang dikenal karena
teori tindakan dan kesadaran bicaranya. Karyanya tentang filsafat berurusan
dengan bahasa, pikiran dan lembaga sosial, ketika ia berusaha menunjukkan
pengalaman manusia sebagai gambar yang berbeda di alam semesta sosial, di mana
mereka terjadi.
Ketertarikan
Searle pada filosofi bahasa tidak hanya didasarkan pada fungsi bahasa sebagai
alat untuk komunikasi, tetapi karena kedalaman bahasa menahan diri. Karya
pertamanya yaitu Speech Acts adalah perpanjangan dari karya rekan-rekannya, J.L
Austin, Ludwig Wittgenstein dan G. C. J. Midgle.
Searle
percaya bahwa unit dasar dari bahasa apa pun adalah tindak tutur, yang disebut
tindakan ilokusi. Tindakan ini berfungsi sebagai simbol komunikatif dalam
konteks ucapan. Karyanya sebagian besar terfokus pada tindakan ilokusi yang
dilakukan oleh pembicara, di antaranya tindakan menjanjikan adalah perhatian
utamanya. Dia mendefinisikan seperangkat aturan yang menandai kondisi yang
diperlukan untuk melakukan tindak tutur.
Misalnya,
aturan yang menjanjikan mencakup bahwa pembicara bermaksud untuk melakukan tindakan
di masa depan, bahwa pendengar juga ingin tindakan tersebut dilakukan oleh
pembicara, bahwa keduanya setuju bahwa pembicara akan melakukan tindakan dalam
keadaan normal. , dan bahwa sekarang pembicara berkewajiban kepada pendengar
dalam hal melakukan tindakan.
Dia
juga memegang keyakinan bahwa ucapan dibiarkan kehilangan makna ketika konteks
di mana itu disampaikan tidak diketahui. Kalimat tanpa konteks tidak
mengekspresikan proposisi, melainkan tindakan ilokusi (token komunikatif) dan
kalimat kontekstual memenuhi tujuan memberikan makna pada ucapan.
Fokusnya
pada bicara dan bahasa mendorong Searle ke filosofi pikiran, di mana pidato
berkembang. Dalam Philosophy of Mind, ia membahas sifat niat kami di balik
tindakan sadar. Dia mendefinisikan intensionalitas sebagai kemampuan pikiran
untuk mengambil sikap dan sesuai dengan kejadian di sekitar kita. Pikiran kita
bersifat struktural dan disengaja dalam arti bahwa mereka berkaitan dengan
sesuatu. Di sisi lain, beberapa kondisi mental seperti rasa sakit, kemarahan,
kebahagiaan dan kecemasan tidak disengaja. Tapi, tindak tutur yang digunakan
untuk mengekspresikan kondisi mental ini disengaja. Ini adalah intensionalitas
lidah yang diturunkan yang menjelaskan bagaimana kata-kata dan ekspresi kita
tidak hanya mencakup hal-hal duniawi, tetapi juga fantasi dan fiksi yang tidak
nyata.
Searle
berpendapat bahwa filsafat modern telah menyangkal keberadaan kesadaran. Dalam
Intentionality dan dalam The Rediscovery of the Mind ia menyajikan beberapa
teori alternatif kesadaran. Dia menyatakan bahwa kesadaran adalah pengalaman
metafisik yang disebabkan oleh proses fisik di otak kita.
Filosofi
Kamar Cina adalah argumen Searle yang menentang gagasan bahwa ketika proses
fisik otak kita direproduksi secara artifisial, ia menciptakan makhluk sadar
(kecerdasan buatan). Bayangkan Anda berada di sebuah ruangan di mana ada sebuah
buku dan beberapa kertas. Seseorang dari luar menyelinap ke dalam ruangan
beberapa karakter Cina, yang Anda terjemahkan dari buku itu, menghitung respons
dari buku itu dan menggesernya ke luar, yang memberi kesan bahwa Anda terbiasa
dengan bahasa Cina, sedangkan pada kenyataannya Anda tidak. Jadi menerjemahkan
bahasa Inggris ke bahasa Mandarin tidak berarti Anda juga memahaminya. Searle
membantah bahwa memasukkan data ke komputer tidak membuatnya cerdas; komputer
hanya memprosesnya.
Searle
menyelidiki intensionalitas kolektif ketika ia menyelidiki dunia filsafat
sosial. Seseorang tidak dapat bertujuan untuk melakukan tindakan secara
kolektif sebagai sebuah kelompok jika dia tidak berniat untuk memainkan
perannya. Niat-kita bukan kumpulan banyak niat-I; mereka adalah pencipta
lembaga sosial kita. John Searle telah menerima beberapa penghargaan untuk
karyanya termasuk Jean Nicod Prize (2000), National Humanities Medal (2004) dan
Mind and Brain Prize (2006).
G.
Perbedaan
Pandangan Jhon Austin dengan Jhon Sherlin (Tindak Tutur)
Menurut Austin, ada tiga jenis tindakan
yang dapat dilakukan melalui tuturan, yaitu (1) tindak lokusi (locutionary
act), yakni tuturan yang menyatakan sesuatu, yang terdiri dari phonic act,
phatic act dan rhetic acts; (2) tindak ilokusi (illocutionary act), yakni
tuturan yang menyatakan sekaligus melakukan suatu tindakan yang terdiri dari verdictives, excersiviies, commissives,
behavitives, dan expositives; dan
(3) tindak perlokusi (perlocutionary act), adalah tuturan yang mempunyai daya
pengaruh terhadap petutur untuk melakukan sesuatu.
Murid Austin, Searle (1965) Tindak tutur
diklasifikasikan menjadi utterance act
dan prepositional act (sebagai
lokusi), tindak ilokusi yang terbagi menjadi menjadi lima kelompok, yaitu asertif,
direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi dan tindak perlokusi.
Komentar
Posting Komentar