Psikologi Sastra
Psikologi Sastra
Menurut Endraswara (Minderop, 2011; 59), psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Daya tarik psikologi sastra adalah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri yang muncull dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu serin pula dialami oleh orang lain.
Sedangkan, Menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Kutha, 2013:61) menunjukkan empat model psikologis, yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca. Dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra. Jika perhatian ditujukan pada pengarang maka model penelitiannya lebih dekat dengan pendekatan ekspresif, sebaliknya jika perhatian ditujukan pada karya, maka model penelitiannya lebih dekat dengan pendekatan objektif.
Secara definitif, psikologi sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kejiwaannya. Sebagai hasil rekonstruksi proses mental karya sastra diduga mengandung berbagai masalah berkaitan dengan gejala-gejala kejiwaan. Gejala-gejala yang dimaksudkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kualitatif maupun kuantitatif, melalui unsur-unsurnya termasifestasikan dalam karya. Pemahaman mengenai psikologi sastra sangat diperlukan pada saat manusia berhadapan dengan berbagai permasalahan kejiwaan. Permasalahan yang dimaksudkan terjadi justru sebagai akibat dan pada saat manusia mencapai titik puncak peradaban, yaitu dengan dicapainya kemajuan teknologi dalam berbagai bidang, di dalamnya berbagai kebutuhan terpenuhi.
Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, akan dapat dianalisis konflik batin yang mungkin saja bertentangan dengan teori psikologis. Dalam hubungan inilah harus ditemukan gejala yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan oleh pengarangnya, yaitu dengan memanfaatkan teori-teori psikologi yang dianggap relevan.
Menurut Ratna (2009: 342-344), tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam karya sastra. Penelitian psikologi sastra dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai obyek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis.
Jadi, psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan pengarang yang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca dalam menanggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Hubungan antara karya sastra dan psikologi, yaitu karya sastra dipandang sebagai gejala psikologi yang akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa prosa atau drama.
Daftar Pustaka
Nurgiyantoro, B. (2005). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Endraswara, S. (2008).Metodologi Penelitian Sastra : Epistermologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta; Universitas Negeri Yogyakarta Press.
Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kutha Ratna, Nyoman. 2011. Antropologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, N.K. (2012). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Menurut Endraswara (Minderop, 2011; 59), psikologi sastra adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra. Daya tarik psikologi sastra adalah pada masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Tidak hanya jiwa sendiri yang muncull dalam sastra, tetapi juga bisa mewakili jiwa orang lain. Setiap pengarang kerap menambahkan pengalaman sendiri dalam karyanya dan pengalaman pengarang itu serin pula dialami oleh orang lain.
Sedangkan, Menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Kutha, 2013:61) menunjukkan empat model psikologis, yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama, yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca. Dengan pertimbangan bahwa pendekatan psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra. Jika perhatian ditujukan pada pengarang maka model penelitiannya lebih dekat dengan pendekatan ekspresif, sebaliknya jika perhatian ditujukan pada karya, maka model penelitiannya lebih dekat dengan pendekatan objektif.
Secara definitif, psikologi sastra adalah pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek kejiwaannya. Sebagai hasil rekonstruksi proses mental karya sastra diduga mengandung berbagai masalah berkaitan dengan gejala-gejala kejiwaan. Gejala-gejala yang dimaksudkan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kualitatif maupun kuantitatif, melalui unsur-unsurnya termasifestasikan dalam karya. Pemahaman mengenai psikologi sastra sangat diperlukan pada saat manusia berhadapan dengan berbagai permasalahan kejiwaan. Permasalahan yang dimaksudkan terjadi justru sebagai akibat dan pada saat manusia mencapai titik puncak peradaban, yaitu dengan dicapainya kemajuan teknologi dalam berbagai bidang, di dalamnya berbagai kebutuhan terpenuhi.
Pendekatan psikologis adalah pendekatan yang bertolak dari asumsi bahwa karya sastra selalu saja membahas tentang peristiwa kehidupan manusia. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, akan dapat dianalisis konflik batin yang mungkin saja bertentangan dengan teori psikologis. Dalam hubungan inilah harus ditemukan gejala yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan oleh pengarangnya, yaitu dengan memanfaatkan teori-teori psikologi yang dianggap relevan.
Menurut Ratna (2009: 342-344), tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung dalam karya sastra. Penelitian psikologi sastra dilakukan dengan dua cara. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai obyek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relevan untuk melakukan analisis.
Jadi, psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan pengarang yang akan menggunakan cipta, rasa, dan karsa dalam berkarya. Begitu pula pembaca dalam menanggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Hubungan antara karya sastra dan psikologi, yaitu karya sastra dipandang sebagai gejala psikologi yang akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh jika kebetulan teks berupa prosa atau drama.
Daftar Pustaka
Nurgiyantoro, B. (2005). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.Endraswara, S. (2008).Metodologi Penelitian Sastra : Epistermologi, Model, Teori, dan Aplikasi. Yogyakarta; Universitas Negeri Yogyakarta Press.
Minderop, Albertine. 2011. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Kutha Ratna, Nyoman. 2011. Antropologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, N.K. (2012). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Komentar
Posting Komentar