Artikel Mahabah

Korelasi Mahabbah Sebagai Jalan Pergaulan Remaja
         

Ajaran cinta kasih ternyata tidak hanya milik agama Kristen saja. Nabi Muhammad sendiri yang notabene pembawa agama Islam diutus oleh Allah untuk membawa tujuan sebagai kasih sayang bagi alam semesta (rahmah lil alamin). Lebih jauh lagi, tasawuf sebagai salah satu bentuk pemahaman dalam Islam telah memperkenalkan betapa ajaran cinta (mahabbah) menempati kedudukan yang tinggi. Hal itu terlihat dari bagaimana para ulama sufi, seperti al-Ghazali, menempatkan mahabbah sebagai salah satu tingkatan puncak yang harus dilalui para sufi.
Wajah sejuk dan teduh tasawuf yang mendedahkan cinta, dari dulu sejak zaman Rabiah al-Adawiyah hingga di zaman modern sekarang, tak pelak menarik orang-orang yang tertarik dengan pencarian kebahagiaan dan kebenaran hakiki. Apalagi di zaman modern sekarang ketika alienasi sosial begitu banyak terjadi, terutama di masyarakat Barat. Alienasi tersebut terjadi di antaranya karena kemajuan material ternyata banyak mengorbankan penderitaan spiritual. Kemudahan-kemudahan hidup yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi modern membuat banyak orang jadi mengabaikan ruang rohani dalam dirinya.
Mahabbah menurut bahasa berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan yang artinya mencintai secara mendalam atau kecintaannya secara mendalam, sedangkan mahabbah menurut istilah suatu     keadaan jiwa yang mulia dimana disaksikan oleh Allah SWT, dan menyatakan kecintaannya terhadap Allah SWT, tujuan mahabbah untuk memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual seperti cintannya seseorang yang dicintainya seperti cinta terhadap orang tua, seseorang pada sahabatnya, suatu bangsa pada tanah airnya, seorang orang tua terhadap anaknnya. Mahabbah pada tingkat tertinngi berupa suatu usaha sungguh-sungguh dari  seseorang untuk mencapai tinggkat rohanian tertinngi dengan tercapai gambaran yang mutlak,  yaitu cinta kepada Allah SWT, kata mahabbah selanjutnya digunakan untuk menunjukan pada suatu paham atau aliran dalam ilmu tasawuf yaitu objek utamanya terhadap Allah SWT.
Mahabbah adalah kecintaannya terhadap Allah tanpa meminta sesutu yang bersifat duniawi jadi kecintaannya terhadapa Allah benar-benar cinta, seperti halnnya Robiatul Adawiayah seorang wanita yang kesehariannya hannya untuk mencintai Allah dia menganggap cinta terhadap Allah adalah tingkatan ibadah  yang paling tinggi didalam hati Robiatul Adawiyah seluruh jiwannya tidak ada yang lain selain terisi oleh kasih dan cintanya kepada Allah SWT, kata mahabbah hampir serupa dengan marifah baik dari kedudukannya maupun pengertiannya. Kalau marifah adalah tingkat pengetahuan terhadap Tuhan melalui mata hati, sedangkan mahabbah adalah perasaan kedekatan terhadap Allah melalui cinta ( roh ) seluruh jiwanya terisi oleh rasa kasih dan cinta kepada Allah jadi marifatah menekankan pada hati sedangkan mahabbah menekankan pada jiwa atau roh, selain itu mahabbah juga memuat pengertian Memeluk dan mematuhi perintah Tuhan dan membenci sikap yang melawan pada Tuhan, Berserah diri terhadap Tuhan, dan Mengosongkan perasaan di hati dari segala-segalanya kecuali dari Zat yang dikasihani.
            Ajaran mahabbah memiliki dasar dan landasan, baik di dalam Alquran maupun Sunah Nabi SAW.  Hal ini juga menunjukkan bahwa ajaran tentang cinta khususnya dan tasawuf umumnya, dalam Islam tidaklah mengadopsi dari unsur-unsur kebudayaan asing atau agama lain seperti yang sering ditudingkan oleh kalangan orientalis.
           Cinta tidak akan terjadi tanpa proses pengenalan (ma’rifat) dan pengetahuan (idrak). Manusia hanya akan mencintai sesuatu atau seseorang yang telah ia kenal. Karena itulah, benda mati tidak memiliki rasa cinta. Dengan kata lain, cinta merupakan salah satu keistimewaan makhluk hidup. Jika sesuatu atau seseorang telah dikenal dan diketahui dengan jelas oleh seorang manusia, lantas sesuatu itu menimbulkan kenikmatan dan kebahagiaan bagi dirinya, maka akhirnya akan timbul rasa cinta. Jika sebaliknya, sesuatu atau seseorang itu menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan, maka tentu ia akan dibenci oleh manusia.
          Cinta pula terwujud sesuai dengan tingkat pengenalan dan pengetahuan. Semakin intens pengenalan dan semakin dalam pengetahuan seseorang terhadap suatu obyek, maka semakin besar peluang obyek itu untuk dicintai. Selanjutnya, jika semakin besar kenikmatan dan kebahagiaan yang diperoleh dari obyek yang dicintai, maka semakin besar pula cinta terhadap obyek yang dicintai tersebut.
          Cinta tergolong makhluk misterius yang masih selalu dibalut oleh selimut kerahasiaan. Ia sulit dimengerti dan difahami dengan penjelasan yang mudah dan simpel. Ibnu Hazm al-Dhahari (seorang tokoh Mazhab Fiqh Dhahiri) menyatakan: “Cinta itu tidak dapat dilukiskan, namun harus dirasakan dan dialami”. Komentar Ibnu Hazm ini menunjukkan bahwa hingga saat inipun cinta masih menjadi misteri besar bagi manusia. Disamping Ibnu Hazm al-Dhahiri, dalam buku Untaian Permata Buat Anakku, yang ditulis dengan indah oleh pakar Tafsir al-Quran jebolan Universitas al-Azhar University, M. Quraish Shihab  disebutkan bahwa “cinta berarti kecenderungan hati pada sesuatu.” Ia bersifat universal, tidak tersekat  oleh satu jenis tertentu, manusia, binatang, maupun tumbuh-tumbuhan. Sifatnya umum, sehingga ketika hati cenderung pada lawan jenis, maka itulah cinta. Tatkala hati kita cenderung pada materi kebendaan, itulah cinta. Hanya saja, pada umumnya, cinta senantiasa dikaitkan dengan problematika remaja, sehingga dalam hal ini cinta mengalami penyempitan makna, karena telah menjadi monopoli makhluk yang bernama manusia.
          Dari pernyataan tersebut, dapat ditangkap sebuah pengetahuan baru bahwa, “sangat mustahil” orang yang sedang mengalami jalinan cinta kasih, tetapi hatinya tidak memiliki kecenderungan sedikit pun pada yang dicintainya. Dan yang perlu ditelaah lebih jauh, kecenderungan hati ini bersifat umum, baik kecenderungan untuk memiliki, untuk selalu dekat, untuk senantiasa bersua setiap saat dan aneka kecenderungan lainnya. Kecenderungan ini sebenarnya berawal dari faktor keterkesanan seseorang pada sesuatu (laki-laki/perempuan).
          Dalam konteks ini cinta seseorang terkesan pada sesuatu yang melekat pada diri si pria/perempuan, baik terkesan pada kecantikan/ketampanannya yang menawan dan mempesona, pada kapabilitas intelektualnya, pada kelembutan pribadinya, ataupun yang cukup remeh-temeh, pada sebuah kacamata yang dikenakannya dengan anggun, dan lain sebagainya. Keterkesanan ini akan menimbulkan kecenderungan hati. Itulah cinta!
          Cinta juga menimbulkan keanehan. Hal ini biasanya timbul karena adanya perubahan yang terjadi pada diri pelakunya. Perubahan ini disebabkan belum terbentuknya kesiapan kondisi jiwa dalam menghadapi segala konsekuensi yang akan dimunculkan oleh cinta. “Bila datang rasa cinta, hati-hati dan waspada. Jaga, pelihara serta kuasailah", Karena tidak adanya penguasaan itulah, terkadang kita menjadi seorang yang rajin sekolah, shalat berjamaah, padahal sebelum menemukan cinta, kita terkungkung dalam kemalasan. Apa pasal? Di situ ada sosok yang kita cintai, sehingga kita bisa berubah. Dari sini dapat kita tarik hikmah bahwa cinta mengandung dualisme dampak; positif dan negatif. Kalau dengan adanya jalinan cinta kasih, justeru akan membuat diri kita maju dan berkembang, maka dalam posisi ini cinta berdampak positif. Dan bila cinta justeru membuat diri kita berjalan di tempat dan terbelakang, maka cinta berdampak negatif. Sekarang tugas kita bagaimana dapat memanfaatkan jalinan cinta kasih sebagai sarana untuk maju? Bagaimana kita memanfaatkan jalinan cinta kasih tidak hanya sekedar untuk bertemu, tapi sebagai sarana tukar pikiran dan pendapat, misalnya? Nah, jalinan cinta kasih seperti inilah yang akan mendatangkan keberhasilan. Bisa kita bayangkan, cinta yang hanya dilandasi nafsu untuk bersua semata, senda gurau, ngobrol yang tak ada artinya, apa yang akan kita dapatkan? Relakah pengetahuan kita hilang karena tertutup olehnya?
           Itulah pemaknaan cinta yang secara dominan dipahami oleh kalangan remaja. Padadal cinta sendiri memiliki bentuk yang beragam. Dalam buku Tafsir Sepersepuluh dari al-Quran al-Karim dijelaskan, bahwa terdapat macam-macam mahabbah (kecintaan), yaitu 1) mahabbatullah (cinta kepada Allah), adalah dasar utama keimanan; 2) al-mahabbah fi Allah (cinta karena Allah), yaitu loyalitas pada kaum mukminin dan mencintai mereka secara global; 3) mahabbah ma`allah (kecintaan bersama Allah), yaitu mencintai selain Allah dalam kecintaan yang wajib sama seperti mencintai Allah; dan 4) mahabbah thabi`iyyah (kecintaan yang wajar), seperti mencintai kedua orang tua, anak-anak, makanan dan lainnya. Kecintaan ini adalah boleh.
         Ajaran cinta ilahi yang dikumandangkan oleh tasawuf sebenarnya bisa dijadikan sarana kita untuk lebih memperhalus jiwa. Kehalusan jiwa yag dihasilkan oleh tasawuf ini diperlukan agar agama tidak selalu dipahami secara legal-formalistik belaka yang biasanya ditampilkan oleh kalangan ahli fikih. Dengan demikian, agama pun diharapkan bisa menjadi berwajah toleran, humanis, dan menerima realitas pluralistik yang ada di tengah di masyarakat, seperti puisi yang didengungkan oleh Ibnu Arabi di awal makalah. Meski demikian, ajaran cinta dalam Alquran sendiri, juga menghendaki keseimbangan antara sisi individual dan sosial; antara emosional dan rasional. term-term cinta yang ditampilkan Alquran justru bersifat dinamis dan menghendaki aktualisasi riil dalam realitas sosial. Cinta dalam Alquran hampir selalu ditempatkan dalam konteks untuk mewujudkan kebaikan dan keadilan sosial.

Daftar Pustaka:
Abdurrasyid Ridha, Memasuki Makna Cinta, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
Abu al-Qasim al-Qusyari, ar-Risalah al-Qusyairiyyah, (format e-book dalam Program Syamilah).
Abu al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani, Sufi dari Zaman ke Zaman, Suatu Pengantar tentang Tasawuf, terj. Ahmad Rofi Utsmani, (Bandung: Pustaka, 1985).

Komentar

  1. Slot Machine - Mapyro
    See 12 traveler reviews, 11 tips and reviews, and 전라남도 출장샵 15 tips 서산 출장마사지 for Slot Machine "Luxury Vegas" at 춘천 출장샵 Mapyro. the slot machines, and 사천 출장안마 slots in the 김천 출장샵 casino. Rating: 4.7 · ‎13 votes

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Novel surga yang tak Dirindukan 2

Analisisi Novel Surga Yang Tak Dirindukan

Resensi film “Cek Toko Sebelah”